A.
Pengertian
Home » Archive for 2015
Pendidikan: Aliran-aliran Pendidikan
A. Pengertian
teori atau aliran pendidikan
Aliran pendidikan adalah pemikiran-pemikiran yang membawa
pembaruan pendidikan. Pertama, “teori” dipergunakan oleh para pendidik untuk
menunjukkan hipotesis-hipotesis tertentu dalam rangka membuktikan
kebenaran-kebenaran melalui eksperimentasi dan observasi serta berfungsi
menjelaskan pokok bahasannya. O’Connor mendenifisikan istilah “teori” ini
katanya:
Related Posts:
Perubahan Dinamika Sosial dan Budaya: Bentuk-bentuk dan Faktor Penyebab Perubahan Sosial Budaya
Setelah sebelumnya kita
telah mengetahui Pengertian dan Teori dalam Perubahan Sosial Budaya, maka
sekarang kita akan membahas mengenai bentuk-bentuk dari perubahan sosial serta
faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan dinamika sosial budaya.
1.
Bentuk-bentuk
Perubahan Sosial
Perubahan-perubahan
sosial dan kebudayaan yang terjadi dalam masyarakat dapat kita kelompokkan
kedalam bentuk-bentuk perubahan sebagai berikut:
a. Perubahan
yang lambat (evolusi) dan cepat (revolusi)
Perubahan
ini sangat lambat dan hampir tidak terasa. Karena tidak terasa makan orang
menyebut bahwa masyarakat tersebut statis. Perubahan ini membutuhkan waktu yang
cukup lama, rentetan perubahan kecil saling mengikuti dengan lambat. Pada
evolusi perubahan tanpa rencana tetapi disebabkan oleh usaha manusia dalam
menyesuaikan diri dengan keperluan atau kondisi baru yang sejalan dengan
pertumbuhan masyarakat. Perubahan dapat berbentuk cosmic evolution (perubahan
hidup manusia), organis evolution (mempertahankan hidup) dan mental evolution (mental).
Sedangkan
hal yang pokok dari revolusi adalah terdapatnya perubahan yang terjadi dengan
cepat, disamping itu perubahan tersebut menyangkut dasar-dasar atau sendi-sendi
pokok dari kehidupan manusia. Perubahan yang terjadi secara revolusi dapat
direncanakan terlebih dahulu ataupun tidak direncanakan. Perubahan yang
terjadi secara revolusi, sebenarnya kecepatan berlangsungnya perubahan adalah
relatif, dikarenakan ada suatu revolusi yang berlangsung lama. Misal, Revolusi
Industri di Inggris yaitu perubahan-perubahan yang terjadi dari proses produksi
tanpa mesin, hingga proses produksi menggunakan mesin. Perubahan seperti ini dianggap
perubahan yang cepat, karena mengubah sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat,
yaitu adanya sistem hubungan antara buruh dan majikan.
b. Perubahan
sosial yang pengaruhnya besar-kecil
Perubahan
sosial yang besar pada umumnya adalah perubahan yang akan membawa pengaruh
yang besar pada masyarakat. Misalnya terjadinya proses industrialisasi pada
masyarakat yang masih agraris. Di sini lembaga-lembaga kemasyarakatan akan
terkena pengaruhnya, yakni hubungan kerja, sistem pemilikan tanah, klasifikasi
masyarakat, dan yang lainnya.
Sedangkan perubahan
sosial yang kecil adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-unsur
struktur sosial yang tidak membawa akibat yang langsung pada masyarakat.
Misalnya, perubahan bentuk potongan rambut, tidak akan membawa pengaruhi yang
berarti bagi masyarakat secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan tidak akan
menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga
kemasyarakatan.
c. Perubahan
yang direncanakan dan tidak direncanakan
Perubahan
sosial yang direncanakan adalah, perubahan yang terjadi di dalam
masyarakat, dan hal ini terjadi karena telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak
yang menginginkan adanya perubahan. Pihak yang menginginkan adanya perubahan
itu disebut: dengan agent of change
atau agen pembaharu. Agent of change,
adalah seorang atau sekelompok orang yang memimpin masyarakat dalam merubah
sistem sosial yang ada. Tentunya agent of change ini sudah mendapatkan
kepercayaan dari masyarakat untuk memimpin adanya suatu perubahan. Agent of
change selalu mengawasi jalannya perubahan yang dikehendaki atau direncanakan
itu.
Sedangkan perubahan
sosial yang tidak direncanakan adalah terjadinya perubahan-perubahan yang tidak
direncanakan atau dikehendaki, dan terjadi diluar pengawasan masyarakat dan
dapat menimbulkan akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan masyarakat.
Misalnya, terjadinya krisis ekonomi yang terjadi di suatu negara yang
menyebabkan terhambatnya pembangunan negara tersebut.
2.
Faktor
Penyebab Perubahan Sosial Budaya
Untuk melihat
suatu fenomena yang dapat mendorong terjadinya perubahan sosial budaya, dapat
dibagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Ini untuk
memudahkan dalam memberikan analisis suatu dinamika kebudayaan.
a. Faktor
Internal
1)
Faktor
Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan
dan penuru nan jumlah penduduk secara radikal dapat menjadi faktor penyebab
timbulnya dinamika budaya. Menurut Malthus, peningkatan jumlah penduduk cenderung
mengurangi persediaan pangan, menciptakan kelebihan penduduk, dan penderitaan
kecuali jika orang mampu mengendalikan pertumbuhan penduduk dengan cara menunda
perkawinan. Hal ini yang terjadi di Indonesia dimana pesatnya pertumbuhan
penduduk mengakibatkan berbagai persoalan sosial budaya seperti kemiskinan, pengangguran,
kriminalitas, dan lain-lain.
Begitu
juga sebaliknya, ketika terjadi penurunan jumlah penduduk juga dapat
mengakibatkan kurangnya sumber daya manusia yang tentu saja akan memengaruhi
sistem dan struktur sosial masyarakat tersebut. Misalnya, terjadinya urbanisasi
(perpindahan penduduk dari desa ke kota) secara besar-besaran menyebabkan
kurangnya tenaga kerja di bidang pertanian yang menjadi komoditi utama daerah
pedesaan. Tentu saja ini berpengaruh pada sistem sosial yang ada. Perubahan
penduduk juga dapat dilihat dari terjadinya migrasi penduduk yang banyak
dilakukan oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Misalnya pengiriman
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri merupakan suatu contoh kasus
migrasi. Akibat dari migrasi ini, TKI mempunyai pola perilaku dan norma-norma
yang sudah mengalami percampuran dengan budaya negara tujuan. Ini jelas memengaruhi
sistem sosial budaya yang ada di masyarakat.
2)
Adanya
Penemuan Baru
Penemuan
merupakan persepsi manusia yang dianut secara bersama, mengenai suatu aspek
kenyataan yang semula sudah ada. Penemuanmenambahkan sesuatu yang baru pada
kebudayaan karena meskipun hal itu lama akan tetapi adanya penemuan baru ini
akan memberi pengaruh yang luas pada berbagai kehidupan masyarakat. Pengaruh tersebut
berdampak pada terciptanya perilaku sosial dan adat istiadat yang baru di
antara golongan masyarakat tersebut selain menggeser nilai dan norma sosial
yang lama. Misalnya, penemuan teknologi komputer memungkinkan orang mengerjakan
segala kegiatan lebih cepat dibanding dengan menggunakan mesin ketik manual.
Adanya
penemuan baru tersebut (termasuk nanti dalam hal gagasan) tentu pada akhirnya
akan tersebar, sehingga menjadi dikenal, diakui bahkan juga akhirnya diterima
oleh masyarakat. Kesemuanya itu tentunya dapat berdampak pada terjadinya
perubahan sosial dan perbedaannya (termasuk perubahan-perubahan pada sistem
nilai maupun norma-norma lama) yang terdapat dalam masyarakat.
3)
Invensi
Invensi
seringkali disebut sebagai suatu kombinasi baru atau cara penggunaan baru dari
pengetahuan yang sudah ada. Invensi dapat dibagi menjadi 2 yaitu invensi
material (misalnya, telepon, komputer, mesin fax,dan lain-lain) dan invensi
sosial (misalnya, peraturan/UU, bahasa,dan lain-lain). Pada kedua ragam invensi
tersebut unsur-unsur lama digunakan, dikombinasikan dan dikembangkan untuk
suatu kegunaan baru. Dengan demikian invensi merupakan proses yang
berkesinambungan, invensi baru diawali oleh serangkaian invensi dan penemuan
terdahulu. Dewasa ini semakin banyak invensi yang ditemukan melalui upaya tim
penelitian seperti pemerintah, universitas maupun pihak swasta. Misalnya
penemuan handphone yang telah mengalami perkembangan pesat tidak hanya untuk
berkomunikasi tetapi juga bisa digunakan sebagai kamera atau radio. Ini
merupakan hasil dari penelitian yang telah ada dan dikembangkan menjadi lebih
bermanfaat.
4)
Sistem
Ideologi
Merupakan
keyakinan terhadap nilai-nilai dan sikap yang bersifat kompleks terdapat dalam
masyarakat. Ideologi dapat dijadikan alat untuk memelihara tetapi juga dapat
mempercepat terjadinya perubahan jika nilainilai yang ada tidak mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat. Untuk sistem ideologi ini akan sangat sulit mengalami
perubahan di masyarakat yang masih memegang nilai-nilai nenek moyang dan
terikat dengan adat istiadat yang berubah secara lambat dan terpaksa. Misalnya,
suku Badui yang masih memegang nilai-nilai adat yang melarang semua bentuk teknologi
masuk ke wilayahnya karena adanya keyakinan bahwa teknologi hanya akan membawa
pada malapetaka.
b. Faktor
Eksternal
1)
Lingkungan
Fisik
Sangat
jelas bahwa lingkungan fisik mampu memberikan perubahan baik lambat maupun
cepat pada masyarakat. Misalnya, bencana alam (gempa bumi, gunung meletus,
banjir, dan lain-lain) mengakibatkan manusia yang terkena musibah akan
berpindah tempat untuk mencari tempat aman. Hal ini sangat jelas akan
memengaruhi pola perilaku yang telah terbangun selama ini, misalnya, daerah
pertanian yang telah berubah fungsi menjadi pabrik atau perumahan mengakibatkan
perubahan pola perilaku masyarakat sekitar.
2)
Peperangan
Peperangan
antara satu negara dan negara lain bisa menyebabkan terjadinya
perubahan-perubahan baik pada lembaga kemasyarakatan maupun struktur
masyarakatnya. Pada umumnya, yang menang akan memaksakan nilai-nilai dan
cara-cara lembaga masyarakat yang dianutnya kepada negara yang kalah.
3)
Pengaruh
Kebudayaan Lain
Interaksi yang
dilakukan oleh manusia di segala penjuru dunia telah mengakibatkan campurnya
atau berbaurnya kebudayaan pendatang dengan kebudayaan asli. Sudah sejak lama,
manusia di dunia melakukan perjalanan jarak jauh mengelilingi dunia dengan
tujuan melakukan penyebaran agama, mencari sumber daya alam, daerah jajahan,dan
lainlain.
Menurut Soerjono
Soekanto, apabila salah satu atau kedua kebudayaan yang bertemu mempunyai
teknologi yang lebih tinggi maka yang terjadi adalah proses imitasi berupa
peniruan unsur-unsur budaya lain. Peniruan ini juga dapat mengakibatkan
hilangnya kebudayaan asli dan digantikan kebudayaan asing atau terjadi
percampuran dua kebudayaan. Misalnya, kebudayaan Hindu yang datang lebih dulu dibanding
kebudayaan Islam mengakibatkan percampuran dua kebudayaan itu menjadi satu
melalui peran Wali Songo seperti wayang.
Sumber:
Anwar, Yesmil
dan Andang. 2013. Sosiologi Untuk
Universitas. Bandung: Refika Aditama
Setiadi, Elly M dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana
Budiati,
Atik C. 2009. Sosiologi Kontekstual.
Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Related Posts:
Perubahan Dinamika Sosial Budaya: Pengertian dan Teori Perubahan Sosial Budaya
Tidak ada masyarakat
yang tidak mengalami perubahan, sebab kehidupan sosial adalah dinamis. Perubahan
sosial merupakan bagian dari gejala kehidupan sosial, sehingga perubahan sosial
merupakan gejala sosial yang normal. Perubahan sosial tidak dapat dipandang hanya
dari satu sisi, sebab perubahan ini mengakibatkan perubahan di sektor-sektor
lain. Ini berarti perubahan sosial selalu menjalar ke berbagai bidang-bidang
lainnya. Gejala perubahan itu dapat dilihat dari sistem nilai maupun norma yang
pada suatu saat berlaku akan tetapi di saat yang lain tidak berlaku, atau suatu
peradaban yang sudah tidak sesuai dengan peradaban pada masa kini.
Ketika manusia
mengalami perubahan, maka masyarakat juga tidak terlepas mengalami perubahan.
Perubahan dan dinamika merupakan akibat dari adanya interaksi antarmanusia dan
antarkelompok. Perubahan dan dinamika yang terjadi berupa perubahan nilai-nilai
sosial, normanorma yang berlaku di masyarakat, pola-pola perilaku, perubahan
susunan kelembagaan, dan masih banyak lagi. Perubahan sosial budaya adalah semua
bentuk perubahan struktur sosial dan struktur budaya termasuk corak
kebudayaannya sebagai akibat adanya ketidaksesuaian diantara unsur-unsur sosial
budaya yang baru yang dianggap ideal. Untuk lebih jelasnya mari kita pelajari
bersamaJ
1.
Pengertian
Perubahan Sosial
Beberapa
ahli telah menemukakan pendapatnya mengenai perngertian dari perubahan sosial,
diantaranya adalah:
a. Kingsley
Davis
Perubahan sosial diartikan sebagai perubahan-perubahan
yang terjadi di dalam struktur dan fungsi masyarakat.
b. Mac
Iver
Perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam hubungan
sosial (social relation) atau perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium)
hubungan sosial.
c. Selo Soemardjan
Perubahan sosial adalah segala perubahan
pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang
mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap,
dan pola-pola peri kelakuan di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
d. Gillin
dan Gillin
Perubahan sosial adalah suatu
variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, yang disebabkan baik karena
perubahan kondisi geografis, kebudayaanmateriil, komposisi penduduk, ideologi
maupun karena adanya difusi maupum penemuan-penemuan baru dalam masyarakat
tersebut.
2.
Teori-teori
Perubahan Sosial
Beberapa teori
menyebutkan mengapa terjadi perubahan sosial budaya dalam masyarakat.
a. Teori
Evolusi
Durkheim
berpendapat bahwa perubahan karena evolusi memengaruhi cara pengorganisasian
masyarakat, terutama yang berhubungan dengan kerja. Ferdinand Tonies, memandang
bahwa masyarakat berubah dari masyarakat sederhana yang mempunyai hubungan yang
erat dan kooperatif menjadi tipe masyarakat besar yang memiliki hubungan khusus
dan impersonal. Tonies tidak yakin bahwa perubahan-perubahan tersebut membawa
kemajuan. Bahkan dia melihat adanya fragmentasi sosial (perpecahan dalam
masyarakat), individu menjadi terasing dan lemahnya ikatan sosial sebagai
akibat langsung dari perubahan sosial budaya ke arah individualisasi dan
pencarian kekuasaan. Gejala ini tampak jelas pada masyarakat perkotaan. Teori
ini hanya menjelaskan bagaimana proses perubahan terjadi.
b. Teori
Konflik
Konflik
berasal dari pertentangan kelas antara kelompok yang tertindas dan kelompok
penguasa sehingga akan mengarah pada perubahan sosial. Teori ini berpedoman
pada pemikiran Karl Marx yang menyebutkan konflik kelas sosial merupakan sumber
yang paling penting dan berpengaruh dalam semua perubahan sosial. Ralph
Dahrendorf berpendapat bahwa semua perubahan sosial merupakan hasil dari
konflik kelas kepentingan di masyarakat. Konflik dan pertentangan selalu ada dalam
setiap bagian masyarakat. Prinsip dasar teori konflik yaitu konflik sosial dan
perubahan sosial selalu melekat dalam struktur masyarakat.
c. Teori
Fungsionalis
Pemikiran
ini berasal dari konsep goncangan budaya (cultural
lag) dari William Ogburn. Meskipun unsur-unsur masyarakat saling
berhubungan satu sama lain, beberapa unsurnya bisa saja berubah-ubah dengan
sangat cepat sementara unsur lainnya tidak secepat itu sehingga tertinggal di
belakang. Ketertinggalan ini menjadikan kesenjangan sosial dan budaya antara unsur-unsurnya
yang berubah sangat lambat dan unsur yang berubah sangat cepat. Kesenjangan ini
akan menyebabkan adanya goncangan budaya sosial budaya dalam masyarakat. Misalnya
perubahan teknologi biasanya lebih cepat daripada perubahan budaya nonmaterial
seperti kepercayaan yang mengatur masyarakat. Oleh karena itu, ada yang
berpendapat bahwa perubahan teknologi seringkali menghasilkan goncangan budaya
yang pada gilirannya akan memunculkan pola-pola perilaku baru meskipun terjadi konflik
dengan nilai-nilai tradisional.
d. Teori
Siklus
Teori
ini mempunyai perspektif bahwa perubahan sosial tidak dapat dikendalikan
sepenuhnya oleh siapapun bahkan orang-orang yang ahli sekalipun. Dalam setiap
masyarakat terdapat siklus yang harus diikuti. Menurut teori ini kebangkitan
dan kemunduran suatu peradaban tidak dapat dielakkan dan tidak selamanya
perubahan sosial membawa kebaikan. Menurut Oswald Spenger, setiap masyarakat
berkembang melalui empat tahap perkembangan pertumbuhan manusia yaitu masa
kanakkanak, remaja, dewasa, dan tua.
Masyarakat
Barat telah mencapai kejayaan pada masa dewasa yaitu selama zaman pencerahan
abad ke-18. Sejak saat itu tidak terelakkan lagi peradaban Barat mulai
mengalami kemunduran menuju ke masa tua. Tidak ada yang dapat menghentikan
proses ini. Arnold Toynbee, menyebutkan bahwa kebangkitan dan kemunduran suatu peradaban
bisa dijelaskan melalui konsep-konsep kemasyarakatan yang saling berhubungan
satu sama lain yaitu tantangan dan tanggapan. Tiap-tiap masyarakat menghadapai
tantangan alam dan sosial dari lingkungannya. Jika suatu masyarakat mampu
merespon dan menyesuaikan diri dengan tantangan tersebut maka akan bertahan dan
berkembang. Sebaliknya jika masyarakat tidak mampu maka akan mengalami kemunduran
dan akhirnya punah. Apabila masyarakat telah mampu mengatasi satu tantangan
maka akan muncul tantangan baru dan itu berulang sebagai akibat hasil interaksi
antarmanusia dengan kelompoknya.
untuk bahasan mengenai bentuk-bentuk perubahan sosial dan faktor penyebabnya, bisa dibaca di post selanjutnya >> klik >> Perubahan Dinamika Sosial Budaya: Bentuk-bentuk dan Faktor Penyebab Perubahan Sosial Budaya
selamat membaca :)
Sumber:
Anwar, Yesmil
dan Andang. 2013. Sosiologi Untuk
Universitas. Bandung: Refika Aditama
Setiadi, Elly M dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana
Budiati,
Atik C. 2009. Sosiologi Kontekstual.
Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Related Posts:
Interaksi Sosial: Bentuk-bentuk Interaksi Sosial
Bentuk-bentuk interaksi
sosial terbagi dua, yaitu proses asosiatif (kerjasama, akomodasi, asimilasi,
akulturasi) dan proses disosiatif (persaingan, kontravensi, pertikaian, konflik
sosial).
1.
Proses
Asosiatif
Proses sosial
yang asosiatif adalah proses sosial yang didalam realitas sosial
anggota-anggota masyarakatnya dalam keadaan harmoni yang mengarah pada
pola-pola kerjasama. Harmoni sosial ini menciptakan kondisi sosial yang teratur
atau disebut social horder. Adapun
dalam proses sosial yang asosiatif dibedakan menjadi:
a.
Kerja
sama
Kerja sama
adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai
tujuan bersama. Kerja sama dilakukan sejak manusia berinter-aksi dengan
sesamanya. Kebiasaan dan sikap mau bekerja sama dimulai sejak kanak-kanak, mulai
dalam kehidupan keluarga lalu meningkat dalam kelompok sosial yang lebih luas.
Kerja sama berawal dari kesamaan orientasi. Menurut Charles H Cooley, kerja
sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan
yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian
terhadap diri sendiri untuk meme-nuhi kepentingan tersebut. Kesadaran akan
adanya kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang
penting dalam menjalin kerja sama. Kerja bakti atau gotong royong, misalnya,
merupakan salah satu contoh bentuk kerja sama. Lebih lanjut, bentuk kerja sama
dibagi menjadi 4 yaitu:
1) Kerja
sama spontan, yaitu kerja sama yang terjadi secara serta merta.
2) Kerja
sama langsung, yaitu kerja sama sebagai hasil dari perintah atasan kepada
bawahan atau penguasa terhadap rakyatnya.
3) Kerja
sama kontrak, yaitu kerja sama atas dasar syarat-syarat atau ketetapan
tertentu, yang disepakati bersama.
4) Kerja
sama tradisional, yaitu kerja sama sebagian atau unsur-unsur tertentu dari
sistem sosial.
b.
Akomodasi
Akomodasi adalah
suatu proses penyesuaian diri dari orang perorang atau kelompok-kelompok
manusia yang semula saling bertentangan sebagai upaya untuk mengatasi
ketegangan-ketegangan. Tujuan dari akomodasi adalah terciptanya keseimbangan
interaksi sosial dalam kaitannya dengan norma dan nilai yang ada di dalam
masyarakat. Ini dapat digunakan untuk menyelesaikan pertentangan, entah dengan menghargai
kepribadian yang berkonflik atau dengan cara paksaan atau tekanan.
Bentuk-bentuk akomodasi antara lain:
1) Coersion.
Suatu bentuk akomodasi yang terjadi melalui pemaksaan kehendak pihak tertentu
terhadap pihak lain melalui pemaksaan kehendak pihak tertentu terhadap pihak
lain yang lebih lemah.
2) Kompromi.
Suatu bentuk akomodasi ketika pihak-pihak yang terlibat perselisihan saling
mengurangi tuntutan agar tercapai suatu penyelesaian, semua pihak bersedia
untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya.
3) Arbitrasi.
Suatu bentuk akomodasi apabila pihak-pihak yang berselisih tidak sanggup
mencapai kompromi sendiri. Untuk itu, akan diundang pihak ketiga yang tidak
memihak (netral) untuk mengusahakan penyelesaian pertentangan tersebut. Pihak
ketiga disini dapat pula ditunjuk atau dilaksanakan oleh suatu badan yang
dianggap berwenang.
4) Mediasi.
Suatu bentuk akomodasi yang hampir sama dengan arbitrasi. Namun, pihak ketiga
yang bertindak sebagai penengah atau juru damai tidak mempunyai wewenang untuk
memberi keputusan-keputusan penyelesaian perselisihan antara kedua belah pihak.
5) Konsiliasi.
Suatu bentuk akomodasi untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak
yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
6) Toleransi.
Suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang resmi. Biasanya terjadi karena
adanya keinginan-keinginan untuk sedapat mungkin menghindarkan diri dari
perselisihan yang saling merugikan kedua belah pihak.
7) Stalemate.
Suatu bentuk akomodasi ketika kelompok yang terlibat pertentangan mempunyai
kekuatan seimbang.
8) Ajudikasi.
Penyelesaian masalah atau sengketa melalui pengadilan atau jalur hukum.
c.
Asimilasi
Menurut Soerjono
Soekanto, asimilasi merupakan proses sosial yang ditandai dengan adanya
usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara
orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang meliputi usaha-usaha untuk
mempertinggi kesatuan tindakan, sikap, dan proses mental dengan memperhatikan
tujuan dan kepentingan bersama. Artinya, apabila orang-orang melakukan
asimilasi ke dalam suatu kelompok manusia atau masyarakat maka tidak lagi
membedakan dirinya dengan kelompok tersebut. Secara singkat proses asimilasi
adalah peleburan dua kebudayaan menjadi satu kebudayaan. Tetapi hal ini tidak semudah
yang dibayangkan karena banyak faktor yang memengaruhi suatu budaya itu dapat
melebur menjadi satu kebudayaan. Adapun faktor-faktor yang mempermudah
terjadinya asimilasi adalah:
1) Adanya
sikap toleransi terhadap kebudayaan lain.
2) Kesempatan-kesempatan
yang seimbang di bidang ekonomi.
3) Sikap
menghargai orang asing dan kebudayaannya.
4) Sikap
terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat.
5) Persamaan
dalam unsur-unsur kebudayaan.
6) Perkawinan
campuran (amalgamation).
7) Adanya
musuh bersama dari luar dari luar.
Sedangkan
faktor-faktor yang menghambat terjadinya asimilasi adalah:
1) Terisolasinya
kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat.
2) Kurangnya
pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi.
3) Perasaan
takut terhadap kekuatan kebudayaan yang dihadapi.
4) Perasaan
bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada
kebudayaan golongan atau kelompok lainnya.
5) Perbedaan
ciri-ciri badaniah seperti warna kulit.
6) In-group
feeling (perasaan yang kuat) terhadap budaya kelompoknya.
7) Apabila
golongan minoritas mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa.
d.
Akulturasi
Menurut
Koentjaraningrat, akulturasi diartikan sebagai suatu proses sosial yang timbul
apabila suatu kelompok manusia kebudayaan tertentu dihadapkan dengan
unsur-unsur dari kebudayaan asing dengan sedemikian rupa sehingga
unsur-unsurnya kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan tanpa menyebabkan
hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Proses akulturasi yang
berlangsung dengan baik dapat menghasilkan integrasi unsur-unsur kebudayaan
asing dengan unsur-unsur kebudayaan sendiri. Yang paling mudah menerima
kebudayaan asing adalah generasi muda. Biasanya unsur-unsur kebudayaan asing
yang mudah diterima adalah unsur kebudayaan kebendaan, peralatan-peralatan yang
sangat mudah dipakai dan dirasakan sangat bermanfaat seperti komputer,
handphone, mobil, dan lain-lain. Sedangkan unsur kebudayaan asing yang sulit
diterima adalah unsur kebudayaan yang menyangkut ideologi, keyakinan atau nilai
tertentu yang menyangkut prinsip hidup seperti komunisme, kapitalisme,
liberalisme, dan lain-lain.
2.
Proses
Disosiatif
Proses sosial
disosiatif adalah keadaan realitas sosial dalam keadaan disharmoni sebagai
akibat adanya pertentangan antar-anggota masyrakat. Proses sosial yang
disosiatif ini dipicu oleh adanya ketidaktertiban sosial atau social disorder. Keadaan ini memunculkan
disintegrasi sosial akibat dari pertentangan antar-anggota masyarakat tersebut. Proses sosial disosiatif diantaranya:
a.
Persaingan
Persaingan
merupakan suatu proses sosial ketika ada dua pihak atau lebih saling berlomba
dan berbuat sesuatu untuk mencapai kemenangan tertentu. Persaingan terjadi
apabila beberapa pihak menginginkan sesuatu yang jumlahnya sangat terbatas atau
sesuatu yang menjadi pusat perhatian umum. Persaingan memiliki beberapa fungsi
yaitu:
1) Menyalurkan
keinginan individu atau kelompok yang sama-sama menuntut dipenuhi, padahal
sulit dipenuhi semuanya secara serentak.
2) Menyalurkan
kepentingan serta nilai-nilai dalam masyarakat, terutama kepentingan dan nilai
yang menimbulkan konflik.
3) Menyeleksi
individu yang pantas memperoleh kedudukan serta peranan yang sesuai dengan
kemampuannya.
b.
Kontravensi
Kontravensi
merupakan proses sosial yang ditandai oleh ketidakpastian, keraguan, penolakan,
dan penyangkalan yang tidak diungkapkan secara terbuka. Penyebabnya antara lain
perbedaan pendirian antara kalangan tertentu dengan kalangan lain dalam masyarakat,
atau bisa juga dengan pendirian masyarakat. Menurut Leopold von Wise dan Howard
Becker, bentuk kontravensi adalah:
1) Kontravensi
umum, misalnya penolakan, mengancam pihak lain, perlawanan.
2) Kontravensi
sederhana, misalnya menyangkal pernyataan orang di depan umum.
3) Kontravensi
intensif, misalnya penghasutan atau penyebaran isu.
4) Kontravensi
rahasia, misalnya pembocoran rahasia.
5) Kontravensi
taktis, mengejutkan pihak lain, provokasi, dan intimidasi.
c.
Pertikaian
Pertikaian
merupakan proses sosial bentuk lanjut dari kontravensi. Artinya dalam
pertikaian perselisihan sudah bersifat terbuka. Pertikaian terjadi karena
semakin tajamnya perbedaan antara kalangan tertentu dalam masyarakat.
Pertikaian dapat muncul apabila individu atau kelompok berusaha memenuhi
kebutuhan atau tujuannya dengan jalan menentang pihak lain dengan cara ancaman
atau kekerasan.
d.
Konflik
Konflik
secara umum memang sering terjadi di dalam masyarakat sebagai gejala sosial
yang alami. Menurut Soerjono Soekanto, konflik adalah suatu proses sosial
dimana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuan
dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan.
Konflik selama ini banyak dipersamakan dengan kekerasan. Namun sesungguhnya
konflik berbeda dengan kekerasan. Kekerasan adalah perbuatan seseorang atau
kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau juga menyebabkan
kerusakan fisik atau barang orang lain. Konflik dapat berubah menjadi kekerasan
apabila upaya-upaya yang berkaitan dengan tuntutan akan dapat menimbulkan
gerakan yang mengarah pada kekerasan.
Menurut
Robert Lawang, konflik adalah perjuangan untuk memperoleh nilai, status,
kekuasaan, dimana tujuan dari mereka yang berkonflik tidak hanya memperoleh
keuntungan tetapi juga untuk menundukkan saingannya. Konflik sosial merupakan
proses sosial antarperorangan atau kelompok suatu masyarakat tertentu, akibat
adanya perbedaan paham dan kepentingan yang sangat mendasar sehingga menimbulkan
adanya semacam gap atau jurang pemisah yang mengganjal interaksi sosial di
antara pihak yang bertikai.
Sumber:
Setiadi, Elly M dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana
Budiati,
Atik C. 2009. Sosiologi Kontekstual.
Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Widya, Deasy. 2009. Sosiologi untuk
Kelas X. Wonogiri
Related Posts:
Langganan:
Postingan (Atom)