A. Pengertian
teori atau aliran pendidikan
Aliran pendidikan adalah pemikiran-pemikiran yang membawa
pembaruan pendidikan. Pertama, “teori” dipergunakan oleh para pendidik untuk
menunjukkan hipotesis-hipotesis tertentu dalam rangka membuktikan
kebenaran-kebenaran melalui eksperimentasi dan observasi serta berfungsi
menjelaskan pokok bahasannya. O’Connor mendenifisikan istilah “teori” ini
katanya:
Kata “teori” sebagaimana
yang dipergunakan dalam konteks pendidikan secara umum adalah sebuah tema yang
apik. Teori yang dimaksudkan hanya dianggap absah manakala kita tetapkan
hasil-hasil eksperimental yang dibangun dengan baik dalam bidang psikologi atau
sosiologi hingga sampai kepada praktek kependidikan.
Muhammad Nujayhi, seorang
ahli pendidikan Mesir Kontemporer merefleksikan pandangan senada dengan O’connor
ketika mengatakan, bahwa perkembangan-perkembangan di bidang psikologi
eksperimental membawa kesan-kesan ke dalam dunia pendidikan dan memberi
sumbangan bagi teori-teori pendidikan, sebagaimana yang terdapat pada bidang
ilmu pengetahuan khusus. Dengan demikian, “teori” dalam arti pertama terbatas
pada penjelasan mengenai persoalan-persoalan yang berkaitan dengan
batas-batasan ilmiah.
Kedua, “teori” menunjuk
kepada bentuk asas-asas yang saling berhubungan yang mengacu kepada petunjuk
praktis. Dalam pengertian ini, bukan hanya mencangkup pemindahan-pemindahan
eksplanasi fenomena yang ada, namun termasuk di dalamnya mengontrol atau
membangun pengalaman.
B.
Aliran-aliran
Klasik Pendidikan
Aliran-aliran
klasik dalam pendidikan pada umumnya berasal dari kawasan-kawasan di Eropa dan
Amerika. Dan akhirnya tersebar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia dengan
berbagai cara : dibawa oleh penjajah, melaui buku bacaan, dibawa oleh orang
yang pergi belajar ke Eropa atau Amerika, dan sebagainya. Penyebaran tersebut
menyebabkan pemikiran-pemikiran dari kedua kawasan itu pada umumnya menjadi
acuan dalam penetapan kebijakan di bidang pendidikan diberbagi Negara.
Aliran-aliran
klasik yang dimaksud adalah aliran empirisme, nativisme, naturalisme, dan
konvergensi. Sampai saat ini aliran aliran tersebut masih sering digunakan
walaupun dengan pengembangan-pengembangan yang disesuaikan dengan perkembangan
zaman.
1.
Aliran
Nativisme
Istilah
nativisme dari kata natie yang artinya adalah terlahir. Tokoh aliran ini adalah Schopenhauer. Ia
adalah filosof Jerman yang hidup pada tahun 1788-1880. Aliran ini berpandangan
bahwa perkembangan mausia itu telah ditentukan oleh faktor-faktor yang dibawa
manusia sejak lahir, pembawaan yang telah terdapat pada waktu dilahirkan itulah
yang menetukan hasil perkembangannya. Menurut kaum nativisme itu, pendidikan
tidak dapat mengubah sifat-sifat pembawaan. Jadi, kalau benar pendapat
tersebut, percumalah kita mendidik atau dengan kata lain pendidikan tidak
perlu. Dalam ilmu pendidikan, hal ini disebut pesimisme pedagogis. Misalnya, seorang anak yang berasal dari orang
tua yang ahli seni musik, akan berkembang menjadi seniman musik yang mungkin
melebihi kemampuan orang tuanya, mungkin juga hanya sampai pada setengah
kemampuan orang tuanya.
2.
Aliran
Empirisme
Tokoh
aliran empirisme adalah John Lock, filosof inggris yang hidup pada tahun
1632-1704. Teorinya dikenal dengan Tabulae Rasae (meja lilin), yang menyebutkan
bahwa anak yang lahir kedunia seperti kertas putih yang bersih. Kertas putih
akan mempunyai corak dan tulisan yang digores oleh lingkungan. Aliran empirisme berpendapat berlawanan
dengan kaum nativisme karena berpendapat bahwa dalam perkembangan anak menjadi
manusia dewasa itu sama sekali tidak ditentukan oleh lingkungannya atau oleh
pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil. Manusia-manusia dapat
dididik menjadi apa saja (kearah yang baik maupun yang buruk) menurut kehendak
lingkungan atau pendidiknya.
Dalam pendidikan, pendapat kaum empiris ini
terkenal dengan nama optimisme pedagogis.
Aliran empirisme dipandang berat sebelah sebab hanya mementingkan peranan
pengalaman yang diperoleh dari lingkungan. Sedangkan kemampuan dasar yang
dibawa anak sejak lahir dianggap tidak menentukan, menurut kenyataan dalam
kehidupan sehari-hari terdapat anak yang berhasil karena berbakat, meskipun
lingkungan sekitarnya tidak mendukung.
Keberhasilan ini disebabkan oleh adanya
kemampuan yang berasal dari dalam diri yang berupa kecedasan atau kemauan
keras, anak berusaha mendapatkan lingkungan yang dapat mengembangkan bakat atau
kmampuan yang telah ada dalam dirinya. Misalnya: Suatu keluarga yang kaya raya
ingin memaksa anaknya menjadi pelukis segala alat dibelikan dan pendidik ahli
didatangkan. Akan tetapi gagal, karena bakat melukis pada anak itu tidak ada.
Akibatnya dalam diri anak terjadi konflik, pendidikan mengalami kesukaran dan
hasinya tidak optimal.
3.
Aliran
Naturalism
Tokoh
aliran ini adalah J.J Rousseau. Ia adalah filosof prancis yang hidup tahun
1712-1778. Naturalisme berasal
dari kata “nature” artinya alam atau apa yang dibawa sejak lahir. Hampir senada
dengan aliran nativisme, maka aliran ini berpendapat bahwa hakikatnya semua
anak sejak dilahirkan adalah baik. Bagaimana hasil perkembangannya sangat
ditentukan oleh pendidikan yang diterimanya atu yang mempengaruhinya. Jika
pengaruh atau pendidikan itu baik, maka akan menjadi baiklah ia, akan tetapi
jika pengaruh itu jelek, maka akan jelek pula hasilnya.
Seperti dikatakan oleh tokoh aliran ini, “Semua anak adalah baik pada waktu datang
dari tangan Sang Pencipta, tetapi semua jadi rusak ditangan manusia”. Oleh
karena itu sebagai pendidik Rousseau mengajukan “pendidikan alam”. Artinya, anak hendaklah dibiarkan tumbuh dan
berkembang sendiri menurut alamnya manusia atau masyarakat jangan banyak
mencampurinya.
Aliran
naturalisme memiliki tiga prinsip dalam proses pembelajaran, (M. Arifin dan
Aminuddin R., 1992:9), yaitu:
a. Anak
didik belajar melalui pengalamannya sendiri. Kemudian terjadi interaksi antara
pengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan perkembangan didalam dirinya secara
alami.
b. Pendidik
hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Pendidik berperan
sebagai fasilitator atau narasumber yang menyediakan lingkungan yang mampu
mendorong keberanian anak didik ke arah pandangan yang positif dan tanggap
terhadap kebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan sugesti dari pendidik.
Tanggung jawab belajar terletak pada diri anak didik sendiri.
c. Program
pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat dengan
menyediakan lingkungan belajar yang berorientasi kepada pola belajar anak
didik. Anak didik secara bebas diberi kesempatan untuk menciptakan lingkungan
belajarnya sendiri sesuai dengan minat dan perhatiannya.
Dengan
demikian, aliran Naturalisme menitik beratkan pada strategi pembelajaran yang
bersifat paedosentris. Artinya faktor kemampuan individu anak didik menjadi
pusat kegiatan proses belajar-mengajar.
4.
Aliran
Konvergensi
Tokoh
aliran konvergensi adalah William Stern. Ia seorang tokoh pendidikan jerman
yang hidup tahun 1871-1939. Aliran konvergensi merupakan kompromi atau
kombinasi dari aliran nativisme dan empirisme. Aliran ini berpendapat bahwa
anak lahir didunia ini telah memiliki bakat baik dan buruk, sedangkan
perkembangan anak selanjutnya akan dipengaruhi oleh lingkungan. Jadi, faktor
pembawaan dan lingkungan sama-sama berperan penting.
Anak
yang mempunyai pembawaan baik dan didukung oleh lingkungan pendidikan yang baik
akan menjadi semakin baik. Sedangkan bakat yang dibawa sejak lahir tidak akan
berkembang dengan baik tanpa dukungan lingkungan yang sesuai bagi perkembangan
bakat itu sendiri. Sebaliknya, lingkungan yang baik tidak dapat menghasilkan
perkembangan anak secara optimal jika tida didukung oleh bakat baik yang dibawa
anak. Karena itu teori W. Stern disebut teori konvergensi (konvergen artinya
memusat ke satu titik). Jadi menurut
teori konvergensi:
a. Pendidikan
mungkin untuk dilaksanakan.
b. Pendidikan
diartikan sebagai pertolongan yang diberikan lingkungan kepada anak didik untuk
mengembangkan potensi yang baik dan mencegah berkembangnya potensi yang kurang
baik.
c. Yang
membatasi hasil pendidikan adalah pembawaan dan lingkungan.
Aliran
konvergensi pada umumnya diterima secara luas sebagai pandangan yang tepat
dalam memahami tumbuh-kembang manusia. Meskipun demikian, terdapat variasi
pendapat tentang factor mana yang paling penting dalam menentukan
tumbuh-kembang itu. Dari sisi lain, variasi pendapat itu juga melahirkan
berbagai pendapat atau gagasan tentang belajar mengajar, seperti peran guru
sebagai fasilitator ataukah informator, teknik penilaian pencapaian siswa
dengan tes objektif atau tes esai, perumusan tujuan pengajaran yang sangat
behavioral, penekanan pada peran teknologi pengajaran (The Teaching Machine,
belajar berprogram, dan lain-lain) dan sebagainya. Dengan demikian, aliran konvergensi
menganggap bawa pendidikan sangat bergantung pada faktor pembawaan atau bakat
dengan lingkungan.
5.
Aliran
Esensialisme
Esensialisme adalah pendidikan yang di
dasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal peradaban umat
manusia. Esensialisme muncul pada zaman Renaissance dengan ciri-ciri utama yang
berbeda dengan progresivisme. Perbedaannya yang utama ialah dalam memberikan
dasar berpijak pada pendidikan yang penuh fleksibilitas, di mana serta terbuka
untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin tertentu.
Esensialisme memandang bahwa pendidikan harus
berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama yang
memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata yang jelas. Idealisme
dan realisme adalah aliran filsafat yang membentuk corak esensialisme. Dua
aliran ini bertemu sebagai pendukung esensialisme, akan tetapi tidak lebur
menjadi satu dan tidak melepaskan sifatnya yang utama pada dirinya
masing-masing.
Dengan demikian Renaissance adalah pangkal
sejarah timbulnya konsep-konsep pikir yang disebut esensialisme, karena itu
timbul pada zaman itu, esensialisme adalah konsep meletakkan sebagian ciri alam
pikir modern. Esensialisme pertama-tama muncul dan merupakan reaksi terhadap
simbolisme mutlak dan dogmatis abad pertengahan. Maka, disusunlah konsep yang
sistematis dan menyeluruh mengenai manusia dan alam semesta, yang memenuhi
tuntutan zaman. Tokoh-tokoh Esensialisme:
a. Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831)
Hegel mengemukakan adanya sintesa antara ilmu
pengetahuan dan agama menjadi suatu pemahaman yang menggunakan landasan
spiritual.
b. George Santayana
George Santayana memadukan antara aliran
idealisme dan aliran realisme dalam suatusintesa dengan mengatakan bahwa nilai
itu tidak dapat ditandai dengan suatu konsep tunggal, karena minat, perhatian
dan pengalaman seseorang menentukan adanya kualitas tertentu.
6.
Aliran Progresivisme
Progresivisme adalah suatu gerakan dan
perkumpulan yang didirikan pada tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa
pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang.
Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan pada guru atau bidang
muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, William O. Stanley,
Ernest Bayley, Lawrence B. Thomas dan Frederick C. Neff.
Progravisme mempunyai konsep yang didasari
oleh pengetahuan dan kepercayaan bahwa manusia itu mempunyai
kemampuan-kemampuan yang wajar dan dapat menghadapi dan mengatasi
maslah-masalah yang bersifat menekan atau mengancam adanya manusia itu sendiri
(Barnadib, 1994:28). Oleh karena kemajuan atau progres ini menjadi
suatustatemenprogrevisme, maka beberapa ilmu pengetahuan yang mampu menumbuhkan
kemajuan dipandang merupakan bagian utama dari kebudayaan yang meliputi
ilmu-ilmu hayat, antropologi, psikologi dan ilmu alam.
Progresivisme berpendapat tidak ada teori
realita yang umum. Pengalaman menurut progresivisme bersifat dinamis dan
temporal; menyala. tidak pernah sampai pada yang paling ekstrem, serta
pluralistis. Menurut progresivisme, nilai berkembang terus karena adanya
pengalaman-pengalaman baru antara individu dengan nilai yang telah disimpan dalam
kehudayaan. Belajar berfungsi untuk :mempertinggi taraf kehidupan sosial yang
sangat kompleks. Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang eksperimental, yaitu
kurikulum yang setiap waktu dapat disesuaikan dengan kebutuhan.
Progresvisme merupakan pendidikan yang
berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar pada kreativitas,
aktivitas, belajar "naturalistik", hasil belajar "dunia
nyata" dan juga pengalaman teman sebaya. Tokoh-tokoh Progresivisme:
a. William James (11 Januari 1842 – 26 Agustus
1910)
James berkeyakinan bahwa otak atau pikiran,
seperti juga aspek dari eksistensi organik, harus mempunyai fungsi biologis dan
nilai kelanjutan hidup. Dan dia menegaskan agar fungsi otak atau pikiran itu
dipelajari sebagai bagian dari mata pelajaran pokok dari ilmu pengetahuan alam.
Jadi James menolong untuk membebaskan ilmu jiwa dari prakonsepsi teologis, dan
menempatkannya di atas dasar ilmu perilaku.
b. John Dewey (1859 - 1952)
Teori Dewey tentang sekolah adalah
"Progressivism" yang lebih menekankan pada anak didik dan minatnya
daripada mata pelajarannya sendiri. Maka muncullah "Child
CenteredCuriculum", dan "Child CenteredSchool". Progresivisme
mempersiapkan anak masa kini dibanding masa depan yang belum jelas.
c. Hans Vaihinger (1852 - 1933)
Menurutnya tahu itu hanya mempunyai arti
praktis. Persesuaian dengan obyeknya tidak mungkin dibuktikan; satu-satunya
ukuran bagi berpikir ialah gunanya (dalam bahasa Yunani Pragma) untuk
mempengaruhi kejadian-kejadian di dunia. Segala pengertian itu sebenarnya
buatan semata-mata; jika pengertian itu berguna. untuk menguasai dunia,
bolehlah dianggap benar, asal orang tahu saja bahwa kebenaran ini tidak lain
kecuali kekeliruan yang berguna saja.
7.
Aliran Prenelialism
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam
pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh. Perenialisme berasal dari kata
perennial yang berarti abadi, kekal atau selalu. Perenialisme lahir sebagai
suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Perenialisme menentang pandangan
progresivisme yang menekankan perubahan dan sesuatu yang baru. Jalan yang
ditempuh oleh kaum perenialis adalah dengan jalan mundur ke belakang, dengan
menggunakan kembali nilai nilai atau prinsip prinsip umum yang telah menjadi
pandangan hidup yang kuat, kukuh pada zaman kuno dan abad pertengahan.
Kaum perenialis berpandangan bahwa dalam
dunia yang tidak menentu dan penuh kekacauan serta mambahayakan tidak ada satu
pun yang lebih bermanfaat daripada kepastian tujuan pendidikan, serta
kestabilan dalam perilaku pendidik. Mohammad Noor Syam (1984) mengemukakan
pandangan perenialis, bahwa pendidikan harus lebih banyak mengarahkan pusat
perhatiannya pada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh. Perenialisme
memandang pendidikan sebagai jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan
manusia sekarang seperti dalam kebudayaan ideal. Tokoh-tokoh Perenialisme:
a. Plato, tujuan utama pendidikan adalah membina
pemimpin yang sadar akan asas normative dan melaksanakannya dalam semua aspek
kehidupan.
b. Aristoteles, Ia menganggap penting
pembentukan kebiasaan pada tingkat pendidikan usia muda dalam menanamkan
kesadaran menurut aturan moral.
c. Thomas Aquinas, Ia berpendapat pendidikan
adalah menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata
tergantung pada kesadaran tiap-tiap individu. Seorang guru bertugad untuk
menolong membangkitkan potensi yang masih tersembunyi dari anak agar menjadi
aktif dan nyata.
8.
Aliran Rekontruksionisme
Kata rekonstruksionisme dalam bahasa Inggeris
rekonstruct yang berarti menyusun kembali. Dalam konteks filsafat pendidikan,
aliran rekonstruksionisme adalah suatu aliran yang berusaha merombak tata
susunan lama dan membangun tata susunan hidup kebudayaan yang bercorak modern.
Aliran rekonstruksionisme, pada prinsipnya, sepaham dengan aliran perenialisme,
yaitu hendak menyatakan krisis kebudayaan modern. Kedua aliran tersebut, aliran
rekonstruksionisme dan perenialisme, memandang bahwa keadaan sekarang merupakan
zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kehancuran, kebingungan dan
kesimpangsiuran proses dan lembaga pendidikan dalam pandangan
rekonstruksionisme perlu merombak tata susunan lama dan membangun tata susunan
hidup kebudayaan yang baru, untuk mencapai tujuan utama tersebut memerlukan
kerjasama antar ummat manusia.
Aliran ini dipelopori oleh George Count dan
Harold Rugg pada tahun 1930, ingin membangun masyarakat baru, masyarakat yang
pantas dan adil. Adapun beberapa tokoh dalam aliran ini:Caroline Pratt, George
Count, dan Harold Rugg.
9.
Aliran Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata pragma yang
artinya guna. Pragma berasal dari bahasa Yunani. Maka Pragmatisme adalah suatu
aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah apa saja yang membuktikan
dirinya sebagai yang benar dengan akibat-akibat yang bermanfaat scara praktis.
Misalnya, berbagai pengalaman pribadi tentang kebenaran mistik, asalkan dapat
membawa kepraktisan dan bermanfaat. Artinya, segala sesuatu dapat diterima asalkan
bermanfaat bagi kehidupan. Tokoh tokoh Pragmatisme: Tokohnya, William James
(1842-1910) lahir New York, yang memperkenalkan ide-idenya tentang pragmatisme
kepada dunia. Ia ahli dibidang seni, psikologi, anatomi, fisiologi, dan
filsafat. (Drs. SMORO ACHMADI, 2003:).
Sumber:
http://fkip-ekonomiakuntansi.blogspot.com/2012/08/resume-buku-pengantar-pendidikan-prof.html#.UKtaVmfsP6g
Tirtarahardja, Umar dan S.L. La Sulo. 2005. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta
0 Response to "Pendidikan: Aliran-aliran Pendidikan"
Posting Komentar