Interaksi Sosial: Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

     Bentuk-bentuk interaksi sosial terbagi dua, yaitu proses asosiatif (kerjasama, akomodasi, asimilasi, akulturasi) dan proses disosiatif (persaingan, kontravensi, pertikaian, konflik sosial).
1.      Proses Asosiatif
Proses sosial yang asosiatif adalah proses sosial yang didalam realitas sosial anggota-anggota masyarakatnya dalam keadaan harmoni yang mengarah pada pola-pola kerjasama. Harmoni sosial ini menciptakan kondisi sosial yang teratur atau disebut social horder. Adapun dalam proses sosial yang asosiatif dibedakan menjadi:
a.      Kerja sama
Kerja sama adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama dilakukan sejak manusia berinter-aksi dengan sesamanya. Kebiasaan dan sikap mau bekerja sama dimulai sejak kanak-kanak, mulai dalam kehidupan keluarga lalu meningkat dalam kelompok sosial yang lebih luas. Kerja sama berawal dari kesamaan orientasi. Menurut Charles H Cooley, kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk meme-nuhi kepentingan tersebut. Kesadaran akan adanya kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam menjalin kerja sama. Kerja bakti atau gotong royong, misalnya, merupakan salah satu contoh bentuk kerja sama. Lebih lanjut, bentuk kerja sama dibagi menjadi 4 yaitu:
1)      Kerja sama spontan, yaitu kerja sama yang terjadi secara serta merta.
2)      Kerja sama langsung, yaitu kerja sama sebagai hasil dari perintah atasan kepada bawahan atau penguasa terhadap rakyatnya.
3)      Kerja sama kontrak, yaitu kerja sama atas dasar syarat-syarat atau ketetapan tertentu, yang disepakati bersama.
4)      Kerja sama tradisional, yaitu kerja sama sebagian atau unsur-unsur tertentu dari sistem sosial.

b.      Akomodasi
Akomodasi adalah suatu proses penyesuaian diri dari orang perorang atau kelompok-kelompok manusia yang semula saling bertentangan sebagai upaya untuk mengatasi ketegangan-ketegangan. Tujuan dari akomodasi adalah terciptanya keseimbangan interaksi sosial dalam kaitannya dengan norma dan nilai yang ada di dalam masyarakat. Ini dapat digunakan untuk menyelesaikan pertentangan, entah dengan menghargai kepribadian yang berkonflik atau dengan cara paksaan atau tekanan. Bentuk-bentuk akomodasi antara lain:
1)      Coersion. Suatu bentuk akomodasi yang terjadi melalui pemaksaan kehendak pihak tertentu terhadap pihak lain melalui pemaksaan kehendak pihak tertentu terhadap pihak lain yang lebih lemah.
2)      Kompromi. Suatu bentuk akomodasi ketika pihak-pihak yang terlibat perselisihan saling mengurangi tuntutan agar tercapai suatu penyelesaian, semua pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya.
3)      Arbitrasi. Suatu bentuk akomodasi apabila pihak-pihak yang berselisih tidak sanggup mencapai kompromi sendiri. Untuk itu, akan diundang pihak ketiga yang tidak memihak (netral) untuk mengusahakan penyelesaian pertentangan tersebut. Pihak ketiga disini dapat pula ditunjuk atau dilaksanakan oleh suatu badan yang dianggap berwenang.
4)      Mediasi. Suatu bentuk akomodasi yang hampir sama dengan arbitrasi. Namun, pihak ketiga yang bertindak sebagai penengah atau juru damai tidak mempunyai wewenang untuk memberi keputusan-keputusan penyelesaian perselisihan antara kedua belah pihak.
5)      Konsiliasi. Suatu bentuk akomodasi untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
6)      Toleransi. Suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang resmi. Biasanya terjadi karena adanya keinginan-keinginan untuk sedapat mungkin menghindarkan diri dari perselisihan yang saling merugikan kedua belah pihak.
7)      Stalemate. Suatu bentuk akomodasi ketika kelompok yang terlibat pertentangan mempunyai kekuatan seimbang.
8)      Ajudikasi. Penyelesaian masalah atau sengketa melalui pengadilan atau jalur hukum.

c.       Asimilasi
Menurut Soerjono Soekanto, asimilasi merupakan proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap, dan proses mental dengan memperhatikan tujuan dan kepentingan bersama. Artinya, apabila orang-orang melakukan asimilasi ke dalam suatu kelompok manusia atau masyarakat maka tidak lagi membedakan dirinya dengan kelompok tersebut. Secara singkat proses asimilasi adalah peleburan dua kebudayaan menjadi satu kebudayaan. Tetapi hal ini tidak semudah yang dibayangkan karena banyak faktor yang memengaruhi suatu budaya itu dapat melebur menjadi satu kebudayaan. Adapun faktor-faktor yang mempermudah terjadinya asimilasi adalah:
1)      Adanya sikap toleransi terhadap kebudayaan lain.
2)      Kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi.
3)      Sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya.
4)      Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat.
5)      Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan.
6)      Perkawinan campuran (amalgamation).
7)      Adanya musuh bersama dari luar dari luar.

Sedangkan faktor-faktor yang menghambat terjadinya asimilasi adalah:
1)      Terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat.
2)      Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi.
3)      Perasaan takut terhadap kekuatan kebudayaan yang dihadapi.
4)      Perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya.
5)      Perbedaan ciri-ciri badaniah seperti warna kulit.
6)      In-group feeling (perasaan yang kuat) terhadap budaya kelompoknya.
7)      Apabila golongan minoritas mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa.

d.      Akulturasi
Menurut Koentjaraningrat, akulturasi diartikan sebagai suatu proses sosial yang timbul apabila suatu kelompok manusia kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari kebudayaan asing dengan sedemikian rupa sehingga unsur-unsurnya kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Proses akulturasi yang berlangsung dengan baik dapat menghasilkan integrasi unsur-unsur kebudayaan asing dengan unsur-unsur kebudayaan sendiri. Yang paling mudah menerima kebudayaan asing adalah generasi muda. Biasanya unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima adalah unsur kebudayaan kebendaan, peralatan-peralatan yang sangat mudah dipakai dan dirasakan sangat bermanfaat seperti komputer, handphone, mobil, dan lain-lain. Sedangkan unsur kebudayaan asing yang sulit diterima adalah unsur kebudayaan yang menyangkut ideologi, keyakinan atau nilai tertentu yang menyangkut prinsip hidup seperti komunisme, kapitalisme, liberalisme, dan lain-lain.

2.      Proses Disosiatif
Proses sosial disosiatif adalah keadaan realitas sosial dalam keadaan disharmoni sebagai akibat adanya pertentangan antar-anggota masyrakat. Proses sosial yang disosiatif ini dipicu oleh adanya ketidaktertiban sosial atau social disorder. Keadaan ini memunculkan disintegrasi sosial akibat dari pertentangan antar-anggota masyarakat tersebut. Proses sosial disosiatif diantaranya:
a.      Persaingan
Persaingan merupakan suatu proses sosial ketika ada dua pihak atau lebih saling berlomba dan berbuat sesuatu untuk mencapai kemenangan tertentu. Persaingan terjadi apabila beberapa pihak menginginkan sesuatu yang jumlahnya sangat terbatas atau sesuatu yang menjadi pusat perhatian umum. Persaingan memiliki beberapa fungsi yaitu:
1)      Menyalurkan keinginan individu atau kelompok yang sama-sama menuntut dipenuhi, padahal sulit dipenuhi semuanya secara serentak.
2)      Menyalurkan kepentingan serta nilai-nilai dalam masyarakat, terutama kepentingan dan nilai yang menimbulkan konflik.
3)      Menyeleksi individu yang pantas memperoleh kedudukan serta peranan yang sesuai dengan kemampuannya.

b.      Kontravensi
Kontravensi merupakan proses sosial yang ditandai oleh ketidakpastian, keraguan, penolakan, dan penyangkalan yang tidak diungkapkan secara terbuka. Penyebabnya antara lain perbedaan pendirian antara kalangan tertentu dengan kalangan lain dalam masyarakat, atau bisa juga dengan pendirian masyarakat. Menurut Leopold von Wise dan Howard Becker, bentuk kontravensi adalah:
1)      Kontravensi umum, misalnya penolakan, mengancam pihak lain, perlawanan.
2)      Kontravensi sederhana, misalnya menyangkal pernyataan orang di depan umum.
3)      Kontravensi intensif, misalnya penghasutan atau penyebaran isu.
4)      Kontravensi rahasia, misalnya pembocoran rahasia.
5)      Kontravensi taktis, mengejutkan pihak lain, provokasi, dan intimidasi.

c.       Pertikaian
Pertikaian merupakan proses sosial bentuk lanjut dari kontravensi. Artinya dalam pertikaian perselisihan sudah bersifat terbuka. Pertikaian terjadi karena semakin tajamnya perbedaan antara kalangan tertentu dalam masyarakat. Pertikaian dapat muncul apabila individu atau kelompok berusaha memenuhi kebutuhan atau tujuannya dengan jalan menentang pihak lain dengan cara ancaman atau kekerasan.

d.      Konflik
Konflik secara umum memang sering terjadi di dalam masyarakat sebagai gejala sosial yang alami. Menurut Soerjono Soekanto, konflik adalah suatu proses sosial dimana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuan dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan. Konflik selama ini banyak dipersamakan dengan kekerasan. Namun sesungguhnya konflik berbeda dengan kekerasan. Kekerasan adalah perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau juga menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Konflik dapat berubah menjadi kekerasan apabila upaya-upaya yang berkaitan dengan tuntutan akan dapat menimbulkan gerakan yang mengarah pada kekerasan.
Menurut Robert Lawang, konflik adalah perjuangan untuk memperoleh nilai, status, kekuasaan, dimana tujuan dari mereka yang berkonflik tidak hanya memperoleh keuntungan tetapi juga untuk menundukkan saingannya. Konflik sosial merupakan proses sosial antarperorangan atau kelompok suatu masyarakat tertentu, akibat adanya perbedaan paham dan kepentingan yang sangat mendasar sehingga menimbulkan adanya semacam gap atau jurang pemisah yang mengganjal interaksi sosial di antara pihak yang bertikai.


Sumber:
Setiadi, Elly M dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana
Budiati, Atik C. 2009. Sosiologi Kontekstual. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Widya, Deasy. 2009. Sosiologi untuk Kelas X. Wonogiri


Related Posts:

0 Response to "Interaksi Sosial: Bentuk-bentuk Interaksi Sosial"

Posting Komentar