Perubahan Dinamika Sosial dan Budaya: Bentuk-bentuk dan Faktor Penyebab Perubahan Sosial Budaya


Setelah sebelumnya kita telah mengetahui Pengertian dan Teori dalam Perubahan Sosial Budaya, maka sekarang kita akan membahas mengenai bentuk-bentuk dari perubahan sosial serta faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan dinamika sosial budaya.

1.      Bentuk-bentuk Perubahan Sosial
Perubahan-perubahan sosial dan kebudayaan yang terjadi dalam masyarakat dapat kita kelompokkan kedalam bentuk-bentuk perubahan sebagai berikut:
a.      Perubahan yang lambat (evolusi) dan cepat (revolusi)
Perubahan ini sangat lambat dan hampir tidak terasa. Karena tidak terasa makan orang menyebut bahwa masyarakat tersebut statis. Perubahan ini membutuhkan waktu yang cukup lama, rentetan perubahan kecil saling mengikuti dengan lambat. Pada evolusi perubahan tanpa rencana tetapi disebabkan oleh usaha manusia dalam menyesuaikan diri dengan keperluan atau kondisi baru yang sejalan dengan pertumbuhan masyarakat. Perubahan dapat berbentuk cosmic evolution (perubahan hidup manusia), organis evolution (mempertahankan hidup) dan  mental evolution (mental).
Sedangkan hal yang pokok dari revolusi adalah terdapatnya perubahan yang terjadi de­ngan cepat, disamping itu perubahan tersebut menyangkut dasar-dasar atau sendi-sendi pokok dari kehidupan manusia. Perubahan yang terjadi secara revolusi dapat direncana­kan terlebih dahulu ataupun tidak direncanakan. Perubahan yang terjadi secara revolusi, sebenarnya kecepatan berlangsungnya perubahan adalah relatif, dikarenakan ada suatu revolusi yang berlangsung lama. Misal, Revolusi Industri di Inggris yaitu perubahan-perubahan yang terjadi dari proses produksi tanpa mesin, hingga proses produksi menggunakan mesin. Perubahan seperti ini dianggap perubahan yang cepat, karena mengubah sendi-sendi pokok kehidupan masyarakat, yaitu adanya sistem hubungan antara buruh dan majikan.

b.      Perubahan sosial yang pengaruhnya besar-kecil
Perubahan sosial yang besar pada umumnya adalah perubahan yang akan membawa pengaruh yang besar pada masyarakat. Misalnya terjadinya proses industrialisasi pada masyarakat yang masih agraris. Di sini lembaga-lembaga kemasyarakatan akan terkena pengaruhnya, yakni hubungan kerja, sistem pemilikan tanah, klasifikasi masyarakat, dan yang lainnya.
Sedangkan perubahan sosial yang kecil adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada unsur-unsur struktur sosial yang tidak membawa akibat yang langsung pada masyarakat. Misalnya, perubahan bentuk potongan rambut, tidak akan membawa pengaruhi yang berarti bagi masyarakat secara keseluruhan. Hal ini dikarenakan tidak akan menye­babkan terjadinya perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan.

c.       Perubahan yang direncanakan dan tidak direncanakan
Perubahan sosial yang direncanakan adalah, perubahan yang terjadi di dalam masyarakat, dan hal ini terjadi karena telah direncanakan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang menginginkan adanya perubahan. Pihak yang menginginkan adanya perubahan itu disebut: dengan agent of change atau agen pembaharu. Agent of change, adalah seorang atau sekelompok orang yang memimpin masyarakat dalam merubah sistem sosial yang ada. Tentunya agent of change ini sudah mendapatkan kepercayaan dari masyarakat untuk memimpin adanya suatu perubahan. Agent of change selalu mengawasi jalannya perubahan yang dikehendaki atau direncanakan itu.
Sedangkan perubahan sosial yang tidak direncanakan adalah terjadinya perubahan-perubahan yang tidak direncanakan atau dikehendaki, dan terjadi diluar pengawasan masyarakat dan dapat menimbulkan akibat-akibat sosial yang tidak diharapkan masya­rakat. Misalnya, terjadinya krisis ekonomi yang terjadi di suatu negara yang menyebabkan terhambatnya pembangunan negara tersebut.

2.      Faktor Penyebab Perubahan Sosial Budaya
Untuk melihat suatu fenomena yang dapat mendorong terjadinya perubahan sosial budaya, dapat dibagi menjadi 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Ini untuk memudahkan dalam memberikan analisis suatu dinamika kebudayaan.
a.      Faktor Internal
1)      Faktor Pertumbuhan Penduduk
Pertumbuhan dan penuru nan jumlah penduduk secara radikal dapat menjadi faktor penyebab timbulnya dinamika budaya. Menurut Malthus, peningkatan jumlah penduduk cenderung mengurangi persediaan pangan, menciptakan kelebihan penduduk, dan penderitaan kecuali jika orang mampu mengendalikan pertumbuhan penduduk dengan cara menunda perkawinan. Hal ini yang terjadi di Indonesia dimana pesatnya pertumbuhan penduduk mengakibatkan berbagai persoalan sosial budaya seperti kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, dan lain-lain.
Begitu juga sebaliknya, ketika terjadi penurunan jumlah penduduk juga dapat mengakibatkan kurangnya sumber daya manusia yang tentu saja akan memengaruhi sistem dan struktur sosial masyarakat tersebut. Misalnya, terjadinya urbanisasi (perpindahan penduduk dari desa ke kota) secara besar-besaran menyebabkan kurangnya tenaga kerja di bidang pertanian yang menjadi komoditi utama daerah pedesaan. Tentu saja ini berpengaruh pada sistem sosial yang ada. Perubahan penduduk juga dapat dilihat dari terjadinya migrasi penduduk yang banyak dilakukan oleh negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Misalnya pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri merupakan suatu contoh kasus migrasi. Akibat dari migrasi ini, TKI mempunyai pola perilaku dan norma-norma yang sudah mengalami percampuran dengan budaya negara tujuan. Ini jelas memengaruhi sistem sosial budaya yang ada di masyarakat.

2)      Adanya Penemuan Baru
Penemuan merupakan persepsi manusia yang dianut secara bersama, mengenai suatu aspek kenyataan yang semula sudah ada. Penemuanmenambahkan sesuatu yang baru pada kebudayaan karena meskipun hal itu lama akan tetapi adanya penemuan baru ini akan memberi pengaruh yang luas pada berbagai kehidupan masyarakat. Pengaruh tersebut berdampak pada terciptanya perilaku sosial dan adat istiadat yang baru di antara golongan masyarakat tersebut selain menggeser nilai dan norma sosial yang lama. Misalnya, penemuan teknologi komputer memungkinkan orang mengerjakan segala kegiatan lebih cepat dibanding dengan menggunakan mesin ketik manual.
Adanya penemuan baru tersebut (termasuk nanti dalam hal gagasan) tentu pada akhirnya akan tersebar, sehingga menjadi dikenal, diakui bahkan juga akhirnya diterima oleh masyarakat. Kesemuanya itu tentunya dapat berdampak pada terjadinya perubahan sosial dan perbedaannya (termasuk perubahan-perubahan pada sistem nilai maupun norma-norma lama) yang terdapat dalam masyarakat.

3)      Invensi
Invensi seringkali disebut sebagai suatu kombinasi baru atau cara penggunaan baru dari pengetahuan yang sudah ada. Invensi dapat dibagi menjadi 2 yaitu invensi material (misalnya, telepon, komputer, mesin fax,dan lain-lain) dan invensi sosial (misalnya, peraturan/UU, bahasa,dan lain-lain). Pada kedua ragam invensi tersebut unsur-unsur lama digunakan, dikombinasikan dan dikembangkan untuk suatu kegunaan baru. Dengan demikian invensi merupakan proses yang berkesinambungan, invensi baru diawali oleh serangkaian invensi dan penemuan terdahulu. Dewasa ini semakin banyak invensi yang ditemukan melalui upaya tim penelitian seperti pemerintah, universitas maupun pihak swasta. Misalnya penemuan handphone yang telah mengalami perkembangan pesat tidak hanya untuk berkomunikasi tetapi juga bisa digunakan sebagai kamera atau radio. Ini merupakan hasil dari penelitian yang telah ada dan dikembangkan menjadi lebih bermanfaat.

4)      Sistem Ideologi
Merupakan keyakinan terhadap nilai-nilai dan sikap yang bersifat kompleks terdapat dalam masyarakat. Ideologi dapat dijadikan alat untuk memelihara tetapi juga dapat mempercepat terjadinya perubahan jika nilainilai yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk sistem ideologi ini akan sangat sulit mengalami perubahan di masyarakat yang masih memegang nilai-nilai nenek moyang dan terikat dengan adat istiadat yang berubah secara lambat dan terpaksa. Misalnya, suku Badui yang masih memegang nilai-nilai adat yang melarang semua bentuk teknologi masuk ke wilayahnya karena adanya keyakinan bahwa teknologi hanya akan membawa pada malapetaka.

b.      Faktor Eksternal
1)      Lingkungan Fisik
Sangat jelas bahwa lingkungan fisik mampu memberikan perubahan baik lambat maupun cepat pada masyarakat. Misalnya, bencana alam (gempa bumi, gunung meletus, banjir, dan lain-lain) mengakibatkan manusia yang terkena musibah akan berpindah tempat untuk mencari tempat aman. Hal ini sangat jelas akan memengaruhi pola perilaku yang telah terbangun selama ini, misalnya, daerah pertanian yang telah berubah fungsi menjadi pabrik atau perumahan mengakibatkan perubahan pola perilaku masyarakat sekitar.

2)      Peperangan
Peperangan antara satu negara dan negara lain bisa menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan baik pada lembaga kemasyarakatan maupun struktur masyarakatnya. Pada umumnya, yang menang akan memaksakan nilai-nilai dan cara-cara lembaga masyarakat yang dianutnya kepada negara yang kalah.

3)        Pengaruh Kebudayaan Lain
Interaksi yang dilakukan oleh manusia di segala penjuru dunia telah mengakibatkan campurnya atau berbaurnya kebudayaan pendatang dengan kebudayaan asli. Sudah sejak lama, manusia di dunia melakukan perjalanan jarak jauh mengelilingi dunia dengan tujuan melakukan penyebaran agama, mencari sumber daya alam, daerah jajahan,dan lainlain.
Menurut Soerjono Soekanto, apabila salah satu atau kedua kebudayaan yang bertemu mempunyai teknologi yang lebih tinggi maka yang terjadi adalah proses imitasi berupa peniruan unsur-unsur budaya lain. Peniruan ini juga dapat mengakibatkan hilangnya kebudayaan asli dan digantikan kebudayaan asing atau terjadi percampuran dua kebudayaan. Misalnya, kebudayaan Hindu yang datang lebih dulu dibanding kebudayaan Islam mengakibatkan percampuran dua kebudayaan itu menjadi satu melalui peran Wali Songo seperti wayang.




Sumber:
Anwar, Yesmil dan Andang. 2013. Sosiologi Untuk Universitas. Bandung: Refika Aditama
Setiadi, Elly M dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana

Budiati, Atik C. 2009. Sosiologi Kontekstual. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional

Related Posts:

Perubahan Dinamika Sosial Budaya: Pengertian dan Teori Perubahan Sosial Budaya


Tidak ada masyarakat yang tidak mengalami perubahan, sebab kehidupan sosial adalah dinamis. Perubahan sosial merupakan bagian dari gejala kehidupan sosial, sehingga perubahan sosial merupakan gejala sosial yang normal. Perubahan sosial tidak dapat dipandang hanya dari satu sisi, sebab perubahan ini mengakibatkan perubahan di sektor-sektor lain. Ini berarti perubahan sosial selalu menjalar ke berbagai bidang-bidang lainnya. Gejala perubahan itu dapat dilihat dari sistem nilai maupun norma yang pada suatu saat berlaku akan tetapi di saat yang lain tidak berlaku, atau suatu peradaban yang sudah tidak sesuai dengan peradaban pada masa kini.
Ketika manusia mengalami perubahan, maka masyarakat juga tidak terlepas mengalami perubahan. Perubahan dan dinamika merupakan akibat dari adanya interaksi antarmanusia dan antarkelompok. Perubahan dan dinamika yang terjadi berupa perubahan nilai-nilai sosial, normanorma yang berlaku di masyarakat, pola-pola perilaku, perubahan susunan kelembagaan, dan masih banyak lagi. Perubahan sosial budaya adalah semua bentuk perubahan struktur sosial dan struktur budaya termasuk corak kebudayaannya sebagai akibat adanya ketidaksesuaian diantara unsur-unsur sosial budaya yang baru yang dianggap ideal. Untuk lebih jelasnya mari kita pelajari bersamaJ

1.      Pengertian Perubahan Sosial
Beberapa ahli telah menemukakan pendapatnya mengenai perngertian dari perubahan sosial, diantaranya adalah:
a.      Kingsley Davis
Perubahan sosial diartikan sebagai perubahan-perubahan yang terjadi di dalam struktur dan fungsi masyarakat.
b.      Mac Iver
Perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang terjadi dalam hubungan sosial (social relation) atau perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial.
c.       Selo Soemardjan
Perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga-lembaga kemasyarakatan di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap-sikap, dan pola-pola peri kelakuan di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat.
d.      Gillin dan Gillin
Perubahan sosial adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, yang disebabkan baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaanmateriil, komposisi penduduk, ideologi maupun karena adanya difusi maupum penemuan-penemuan baru dalam masyarakat tersebut. 

      Dari pendapat beberapa ahli tersebut dapat kita simpulkan bahwa perubahan sosial adalah suatu proses yang melibatkan berbagai unsur dalam kehidupan manusia baik yang bersifat individu maupun kelompok. Selain itu kita perlu memandang normal dan wajar jika dalam setiap segi kehidupan terjadi perubahan sosial, karena perubahan sosial selalu terjadi di dalam masyarakat dan merupakan sesuatu hal wajar sepanjang manusia saling berinteraksi dan bersosialisasi.

2.      Teori-teori Perubahan Sosial
Beberapa teori menyebutkan mengapa terjadi perubahan sosial budaya dalam masyarakat.
a.      Teori Evolusi
Durkheim berpendapat bahwa perubahan karena evolusi memengaruhi cara pengorganisasian masyarakat, terutama yang berhubungan dengan kerja. Ferdinand Tonies, memandang bahwa masyarakat berubah dari masyarakat sederhana yang mempunyai hubungan yang erat dan kooperatif menjadi tipe masyarakat besar yang memiliki hubungan khusus dan impersonal. Tonies tidak yakin bahwa perubahan-perubahan tersebut membawa kemajuan. Bahkan dia melihat adanya fragmentasi sosial (perpecahan dalam masyarakat), individu menjadi terasing dan lemahnya ikatan sosial sebagai akibat langsung dari perubahan sosial budaya ke arah individualisasi dan pencarian kekuasaan. Gejala ini tampak jelas pada masyarakat perkotaan. Teori ini hanya menjelaskan bagaimana proses perubahan terjadi.

b.      Teori Konflik
Konflik berasal dari pertentangan kelas antara kelompok yang tertindas dan kelompok penguasa sehingga akan mengarah pada perubahan sosial. Teori ini berpedoman pada pemikiran Karl Marx yang menyebutkan konflik kelas sosial merupakan sumber yang paling penting dan berpengaruh dalam semua perubahan sosial. Ralph Dahrendorf berpendapat bahwa semua perubahan sosial merupakan hasil dari konflik kelas kepentingan di masyarakat. Konflik dan pertentangan selalu ada dalam setiap bagian masyarakat. Prinsip dasar teori konflik yaitu konflik sosial dan perubahan sosial selalu melekat dalam struktur masyarakat.

c.       Teori Fungsionalis
Pemikiran ini berasal dari konsep goncangan budaya (cultural lag) dari William Ogburn. Meskipun unsur-unsur masyarakat saling berhubungan satu sama lain, beberapa unsurnya bisa saja berubah-ubah dengan sangat cepat sementara unsur lainnya tidak secepat itu sehingga tertinggal di belakang. Ketertinggalan ini menjadikan kesenjangan sosial dan budaya antara unsur-unsurnya yang berubah sangat lambat dan unsur yang berubah sangat cepat. Kesenjangan ini akan menyebabkan adanya goncangan budaya sosial budaya dalam masyarakat. Misalnya perubahan teknologi biasanya lebih cepat daripada perubahan budaya nonmaterial seperti kepercayaan yang mengatur masyarakat. Oleh karena itu, ada yang berpendapat bahwa perubahan teknologi seringkali menghasilkan goncangan budaya yang pada gilirannya akan memunculkan pola-pola perilaku baru meskipun terjadi konflik dengan nilai-nilai tradisional.

d.      Teori Siklus
Teori ini mempunyai perspektif bahwa perubahan sosial tidak dapat dikendalikan sepenuhnya oleh siapapun bahkan orang-orang yang ahli sekalipun. Dalam setiap masyarakat terdapat siklus yang harus diikuti. Menurut teori ini kebangkitan dan kemunduran suatu peradaban tidak dapat dielakkan dan tidak selamanya perubahan sosial membawa kebaikan. Menurut Oswald Spenger, setiap masyarakat berkembang melalui empat tahap perkembangan pertumbuhan manusia yaitu masa kanakkanak, remaja, dewasa, dan tua.
Masyarakat Barat telah mencapai kejayaan pada masa dewasa yaitu selama zaman pencerahan abad ke-18. Sejak saat itu tidak terelakkan lagi peradaban Barat mulai mengalami kemunduran menuju ke masa tua. Tidak ada yang dapat menghentikan proses ini. Arnold Toynbee, menyebutkan bahwa kebangkitan dan kemunduran suatu peradaban bisa dijelaskan melalui konsep-konsep kemasyarakatan yang saling berhubungan satu sama lain yaitu tantangan dan tanggapan. Tiap-tiap masyarakat menghadapai tantangan alam dan sosial dari lingkungannya. Jika suatu masyarakat mampu merespon dan menyesuaikan diri dengan tantangan tersebut maka akan bertahan dan berkembang. Sebaliknya jika masyarakat tidak mampu maka akan mengalami kemunduran dan akhirnya punah. Apabila masyarakat telah mampu mengatasi satu tantangan maka akan muncul tantangan baru dan itu berulang sebagai akibat hasil interaksi antarmanusia dengan kelompoknya.


untuk bahasan mengenai bentuk-bentuk perubahan sosial dan faktor penyebabnya, bisa dibaca di post selanjutnya >> klik >> Perubahan Dinamika Sosial Budaya: Bentuk-bentuk dan Faktor Penyebab Perubahan Sosial Budaya


selamat membaca :)


Sumber:
Anwar, Yesmil dan Andang. 2013. Sosiologi Untuk Universitas. Bandung: Refika Aditama
Setiadi, Elly M dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana
Budiati, Atik C. 2009. Sosiologi Kontekstual. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional

Related Posts:

Interaksi Sosial: Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

     Bentuk-bentuk interaksi sosial terbagi dua, yaitu proses asosiatif (kerjasama, akomodasi, asimilasi, akulturasi) dan proses disosiatif (persaingan, kontravensi, pertikaian, konflik sosial).
1.      Proses Asosiatif
Proses sosial yang asosiatif adalah proses sosial yang didalam realitas sosial anggota-anggota masyarakatnya dalam keadaan harmoni yang mengarah pada pola-pola kerjasama. Harmoni sosial ini menciptakan kondisi sosial yang teratur atau disebut social horder. Adapun dalam proses sosial yang asosiatif dibedakan menjadi:
a.      Kerja sama
Kerja sama adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama dilakukan sejak manusia berinter-aksi dengan sesamanya. Kebiasaan dan sikap mau bekerja sama dimulai sejak kanak-kanak, mulai dalam kehidupan keluarga lalu meningkat dalam kelompok sosial yang lebih luas. Kerja sama berawal dari kesamaan orientasi. Menurut Charles H Cooley, kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk meme-nuhi kepentingan tersebut. Kesadaran akan adanya kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam menjalin kerja sama. Kerja bakti atau gotong royong, misalnya, merupakan salah satu contoh bentuk kerja sama. Lebih lanjut, bentuk kerja sama dibagi menjadi 4 yaitu:
1)      Kerja sama spontan, yaitu kerja sama yang terjadi secara serta merta.
2)      Kerja sama langsung, yaitu kerja sama sebagai hasil dari perintah atasan kepada bawahan atau penguasa terhadap rakyatnya.
3)      Kerja sama kontrak, yaitu kerja sama atas dasar syarat-syarat atau ketetapan tertentu, yang disepakati bersama.
4)      Kerja sama tradisional, yaitu kerja sama sebagian atau unsur-unsur tertentu dari sistem sosial.

b.      Akomodasi
Akomodasi adalah suatu proses penyesuaian diri dari orang perorang atau kelompok-kelompok manusia yang semula saling bertentangan sebagai upaya untuk mengatasi ketegangan-ketegangan. Tujuan dari akomodasi adalah terciptanya keseimbangan interaksi sosial dalam kaitannya dengan norma dan nilai yang ada di dalam masyarakat. Ini dapat digunakan untuk menyelesaikan pertentangan, entah dengan menghargai kepribadian yang berkonflik atau dengan cara paksaan atau tekanan. Bentuk-bentuk akomodasi antara lain:
1)      Coersion. Suatu bentuk akomodasi yang terjadi melalui pemaksaan kehendak pihak tertentu terhadap pihak lain melalui pemaksaan kehendak pihak tertentu terhadap pihak lain yang lebih lemah.
2)      Kompromi. Suatu bentuk akomodasi ketika pihak-pihak yang terlibat perselisihan saling mengurangi tuntutan agar tercapai suatu penyelesaian, semua pihak bersedia untuk merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya.
3)      Arbitrasi. Suatu bentuk akomodasi apabila pihak-pihak yang berselisih tidak sanggup mencapai kompromi sendiri. Untuk itu, akan diundang pihak ketiga yang tidak memihak (netral) untuk mengusahakan penyelesaian pertentangan tersebut. Pihak ketiga disini dapat pula ditunjuk atau dilaksanakan oleh suatu badan yang dianggap berwenang.
4)      Mediasi. Suatu bentuk akomodasi yang hampir sama dengan arbitrasi. Namun, pihak ketiga yang bertindak sebagai penengah atau juru damai tidak mempunyai wewenang untuk memberi keputusan-keputusan penyelesaian perselisihan antara kedua belah pihak.
5)      Konsiliasi. Suatu bentuk akomodasi untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu persetujuan bersama.
6)      Toleransi. Suatu bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang resmi. Biasanya terjadi karena adanya keinginan-keinginan untuk sedapat mungkin menghindarkan diri dari perselisihan yang saling merugikan kedua belah pihak.
7)      Stalemate. Suatu bentuk akomodasi ketika kelompok yang terlibat pertentangan mempunyai kekuatan seimbang.
8)      Ajudikasi. Penyelesaian masalah atau sengketa melalui pengadilan atau jalur hukum.

c.       Asimilasi
Menurut Soerjono Soekanto, asimilasi merupakan proses sosial yang ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang-perorangan atau kelompok-kelompok manusia yang meliputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap, dan proses mental dengan memperhatikan tujuan dan kepentingan bersama. Artinya, apabila orang-orang melakukan asimilasi ke dalam suatu kelompok manusia atau masyarakat maka tidak lagi membedakan dirinya dengan kelompok tersebut. Secara singkat proses asimilasi adalah peleburan dua kebudayaan menjadi satu kebudayaan. Tetapi hal ini tidak semudah yang dibayangkan karena banyak faktor yang memengaruhi suatu budaya itu dapat melebur menjadi satu kebudayaan. Adapun faktor-faktor yang mempermudah terjadinya asimilasi adalah:
1)      Adanya sikap toleransi terhadap kebudayaan lain.
2)      Kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi.
3)      Sikap menghargai orang asing dan kebudayaannya.
4)      Sikap terbuka dari golongan yang berkuasa dalam masyarakat.
5)      Persamaan dalam unsur-unsur kebudayaan.
6)      Perkawinan campuran (amalgamation).
7)      Adanya musuh bersama dari luar dari luar.

Sedangkan faktor-faktor yang menghambat terjadinya asimilasi adalah:
1)      Terisolasinya kehidupan suatu golongan tertentu dalam masyarakat.
2)      Kurangnya pengetahuan mengenai kebudayaan yang dihadapi.
3)      Perasaan takut terhadap kekuatan kebudayaan yang dihadapi.
4)      Perasaan bahwa suatu kebudayaan golongan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada kebudayaan golongan atau kelompok lainnya.
5)      Perbedaan ciri-ciri badaniah seperti warna kulit.
6)      In-group feeling (perasaan yang kuat) terhadap budaya kelompoknya.
7)      Apabila golongan minoritas mengalami gangguan-gangguan dari golongan yang berkuasa.

d.      Akulturasi
Menurut Koentjaraningrat, akulturasi diartikan sebagai suatu proses sosial yang timbul apabila suatu kelompok manusia kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari kebudayaan asing dengan sedemikian rupa sehingga unsur-unsurnya kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Proses akulturasi yang berlangsung dengan baik dapat menghasilkan integrasi unsur-unsur kebudayaan asing dengan unsur-unsur kebudayaan sendiri. Yang paling mudah menerima kebudayaan asing adalah generasi muda. Biasanya unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima adalah unsur kebudayaan kebendaan, peralatan-peralatan yang sangat mudah dipakai dan dirasakan sangat bermanfaat seperti komputer, handphone, mobil, dan lain-lain. Sedangkan unsur kebudayaan asing yang sulit diterima adalah unsur kebudayaan yang menyangkut ideologi, keyakinan atau nilai tertentu yang menyangkut prinsip hidup seperti komunisme, kapitalisme, liberalisme, dan lain-lain.

2.      Proses Disosiatif
Proses sosial disosiatif adalah keadaan realitas sosial dalam keadaan disharmoni sebagai akibat adanya pertentangan antar-anggota masyrakat. Proses sosial yang disosiatif ini dipicu oleh adanya ketidaktertiban sosial atau social disorder. Keadaan ini memunculkan disintegrasi sosial akibat dari pertentangan antar-anggota masyarakat tersebut. Proses sosial disosiatif diantaranya:
a.      Persaingan
Persaingan merupakan suatu proses sosial ketika ada dua pihak atau lebih saling berlomba dan berbuat sesuatu untuk mencapai kemenangan tertentu. Persaingan terjadi apabila beberapa pihak menginginkan sesuatu yang jumlahnya sangat terbatas atau sesuatu yang menjadi pusat perhatian umum. Persaingan memiliki beberapa fungsi yaitu:
1)      Menyalurkan keinginan individu atau kelompok yang sama-sama menuntut dipenuhi, padahal sulit dipenuhi semuanya secara serentak.
2)      Menyalurkan kepentingan serta nilai-nilai dalam masyarakat, terutama kepentingan dan nilai yang menimbulkan konflik.
3)      Menyeleksi individu yang pantas memperoleh kedudukan serta peranan yang sesuai dengan kemampuannya.

b.      Kontravensi
Kontravensi merupakan proses sosial yang ditandai oleh ketidakpastian, keraguan, penolakan, dan penyangkalan yang tidak diungkapkan secara terbuka. Penyebabnya antara lain perbedaan pendirian antara kalangan tertentu dengan kalangan lain dalam masyarakat, atau bisa juga dengan pendirian masyarakat. Menurut Leopold von Wise dan Howard Becker, bentuk kontravensi adalah:
1)      Kontravensi umum, misalnya penolakan, mengancam pihak lain, perlawanan.
2)      Kontravensi sederhana, misalnya menyangkal pernyataan orang di depan umum.
3)      Kontravensi intensif, misalnya penghasutan atau penyebaran isu.
4)      Kontravensi rahasia, misalnya pembocoran rahasia.
5)      Kontravensi taktis, mengejutkan pihak lain, provokasi, dan intimidasi.

c.       Pertikaian
Pertikaian merupakan proses sosial bentuk lanjut dari kontravensi. Artinya dalam pertikaian perselisihan sudah bersifat terbuka. Pertikaian terjadi karena semakin tajamnya perbedaan antara kalangan tertentu dalam masyarakat. Pertikaian dapat muncul apabila individu atau kelompok berusaha memenuhi kebutuhan atau tujuannya dengan jalan menentang pihak lain dengan cara ancaman atau kekerasan.

d.      Konflik
Konflik secara umum memang sering terjadi di dalam masyarakat sebagai gejala sosial yang alami. Menurut Soerjono Soekanto, konflik adalah suatu proses sosial dimana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi tujuan dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan. Konflik selama ini banyak dipersamakan dengan kekerasan. Namun sesungguhnya konflik berbeda dengan kekerasan. Kekerasan adalah perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau juga menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain. Konflik dapat berubah menjadi kekerasan apabila upaya-upaya yang berkaitan dengan tuntutan akan dapat menimbulkan gerakan yang mengarah pada kekerasan.
Menurut Robert Lawang, konflik adalah perjuangan untuk memperoleh nilai, status, kekuasaan, dimana tujuan dari mereka yang berkonflik tidak hanya memperoleh keuntungan tetapi juga untuk menundukkan saingannya. Konflik sosial merupakan proses sosial antarperorangan atau kelompok suatu masyarakat tertentu, akibat adanya perbedaan paham dan kepentingan yang sangat mendasar sehingga menimbulkan adanya semacam gap atau jurang pemisah yang mengganjal interaksi sosial di antara pihak yang bertikai.


Sumber:
Setiadi, Elly M dan Usman Kolip. 2011. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Kencana
Budiati, Atik C. 2009. Sosiologi Kontekstual. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional
Widya, Deasy. 2009. Sosiologi untuk Kelas X. Wonogiri


Related Posts: